Abdullah Munsyi

Syair Kampung Gelam Terbakar: Representasi Toleransi Masyarakat Melayu

Abdullah Munsyi

Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi dalam kesusasteraan Indonesia dikenal sebagai tokoh masa transisi dari kesusasteraan tradisional ke kesusasteraan Indonesia modern, salah satu mahakaryanya hikayat pelayaran Abdullah mengungkapkan fakta historis dan penyebutan latar tempat yang pernah disinggahi Abdullah Munsyi dalam pelayarannya. Penyebutan nama pengarang, tempat dan tarikh pada masa itu dianggap sebagai sesuatu yang baru, itulah sebabnya Abdullah dianggap sebagai penghubung sastra tradisional ke sastra modern.

Abdullah lahir di Kampong Pali, Malaka pada tahun 1797 dengan nama lengkap Abdullah bin Abdulkadir Munsyi sebagai seseorang dari keluarga terpelajar. Istilah munsyi yang ditulis mendahului atau mengikuti namanya memiliki arti guru atau pendidik, dalam bahasa Persia kata Munsyi bermakna sekretaris. Profesi Abdullah juga bertindak sebagai sekretaris bagi beberapa orang-orang Inggris yang ada di Singapura. Abdullah adalah keturunan pedagang Arab Hadrami, juga mempunyai darah keturunan Tamil dan juga Melayu. Untuk menghormati latar belakang etnik dan keagamaannya, orang-orang Melayu menyebut Abdullah sebagai Jawi Peranakan.

Didikan ayahnya yang sangat disiplin dalam bidang agama dan pengetahuan umum mengantarkannya menjadi seorang guru bahasa dan mampu menguasai berbagai bahasa, di antaranya bahasa Arab, Tamil, India, Inggris, dan Melayu. Ia merupakan seorang keturunan Arab, dari Yaman. Leluhurnya adalah guru agama dan guru bahasa Arab yang menetap di India Selatan. Abdullah yang lahir dan tinggal di Malaka beristrikan seorang Tamil. Lalu mereka pindah ke Malaka. Abdullah bin Abdulkadir Munsyi meninggal pada bulan Oktober 1854, di Jedah, Arab Saudi.

Tidak sedikit peneliti asing yang mengagumi karya-karya Abdullah, sehingga mereka membuat dan menyalin versinya sendiri seperti yang dilakukan Pijnappel, Klinkert, Kassim Ahmad dan lain-lain, baik dalam versi latin, cetak batu maupun aksara Jawi. Sesungguhunya karya Abdullah Munsyi tidak hanya berupa hikayat tetapi juga puisi (syair) dan ceretera (prosa). Seperti juga hikayat pelayaran Abdullah, karya Abdullah yang berupa puisi dan prosa banyak disalin para peneliti asing sehingga menghasilkan beberapa versi. Intlektualitas Abdullan Munsyi telah menempatkannya sebagai tokoh intlektual Melayu yang diakui oleh Singapura, Malaysia dan Indonesia. Pada zamannya Abdullah Munsyi dapat dianggap sebagai representasi tokoh Melayu yang di satu pihak, terbuka pada kemajuan dan ilmu pengetahuan karena kedekatannya dengan Inggris, dan di pihak lain sangat kritis terhadap bangsa Melayu yang menolak masuknya modernisme. Abdullah sangat meganjurkan pentingnya pendidikan, mengecam dunia takhayyul, dan menjunjung nilai gotong royong dan toleransi.

Kehidupan sosial di Singapura pada zamannya memperlihatkan semangat gotong royong dan toleransi di tengah masyarakat yang heterogen (Melayu, Bugis, Jawa, Inggris, Belanda, Tamil, Hindia, Arab dan Cina). Kehidupan beragama juga terjalin dengan harmonis meskipun masyarakatnya menganut agama yang berbeda-beda, seperti Islam, Kristen, Konghucu, Sikh dan Hindu. Gambaran tersebut tampak jika kita mencermati Syair Kampung Gelam Terbakar,  di sana Abdullah Munsyi mengisahkan heterogenitas penduduk di kampung Gelam yang hidup berdampingan secara damai dan harmonis. Salah satu yang menjadikan keadaan tersebut adalah sikap gotong royong dan menjaga toleransi di samping penegakan hukum oleh pemerintah yang adil dan tidak pandang bulu. Posisi Abdullah Munsyi sendiri berada dalam dua kutub yang berlawanan.

Bagi masyarakat Melayu yang fanatik dengan kemelayuan dan keislamannya Abdullah dianggap sebagai tali barut atau kaki tangan Inggris bahkan dia dianggap sebagai pro-Kristen karena ikut menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Melayu. Tetapi bagi masyarakat Melayu yang lebih terbuka dan menyadari ketertinggalannya dibanding masyarakat kulit putih, Abdullah Munsyi dianggap sebagai tokoh inspiratif yang menganjurkan pentingnya belajar pada orang asing agar dapat mengikuti perkembangan zaman. Sementara itu bagi para pejabat Inggris di Singapura, Abdullah Munsyi sebagai penyambung yang dapat menjembatani kebijakan pemerintah Inggris dengan segala peraturannya sehingga dapat dipahami dan diterima oleh masyarakat Melayu.

Syair Kampung Gelam Terbakar sesungguhnya dapat dijadikan sebagai potret sosial kehidupan masyarakat heterogen yang dapat menjaga toleransi walaupun penduduknya hidup berdampingan antar berbagai suku bangsa. Penduduk di Kampung Gelam pada masa itu juga memilki kesadaran untuk saling membantu dan menghormati satu sama lain. Gotong Royong yang diklaim sebagai berasal dari masyarakat Jawa, ternyata sudah dipraktikkan oleh masyarakat Kampung Gelam yang heterogen.

Saat ini Kampung Gelam yang terletak di pinggiran Singapura tetap menunjukkan identitasnya sebagai kampung yang dihuni oleh berbagai suku bangsa. Sejauh pengamatan belum pernah terjadi konflik etnik atau kerusuhan rasial di sana, bahkan kehidupan orang Bugis, Melayu, Jawa sebagai penduduk paling awal mendiami daerah itu tetap menghormati keberadaan suku bangsa lain seperti Tamil, India, Pakistan, Cina dan kulit putih. Perayaan hari besar keagamaan seperti Idul Fitri, peringatan Maulid Nabi, Natal dan tahun baru diselenggarakan dengan partisipasi sebagian besar masyarakatnya. Begitu juga dengan perayaan yang diselenggarakan oleh etnik tertentu, sering melibatkan juga etnik lain. Pertanyaannya, bagaimana situasi yang saling menghormati antar etnik itu dapat bertahan selama lebih dari dua abad. Faktor apa saja yang menjadikan masyarakat di sana dapat hidup berdampingan secara damai di tengah masyarakat yang heterogen.

Diskusi Karya Abdullah Munsyi

Pengamat sekaligus kritikus sastra Maman S Mahayana, ahli Persia Bastian Zulyeno, Antropolog Ade Solihat juga Islamolog Suranta melakukan penelitian sekaligus menelusuri bagaimana kegotong royongan di masyarakat kampung Gelam dapat bertahan hingga saat ini.

Para pengamat yang berkompeten dan sedang melakukan penelitian tentang syair ini akan menggelar diskusi bertemakan Syair Kampung Gelam Terbakar (Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi: Representasi Toleransi Masyarakat Melayu” di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, hari ini, Kamis (26/7).

Banyak peneliti  asing dan Indonesia, Malaysia dan Singapura lebih mengenal Abdullah Munsyi melalui mahakarya Hikayat Pelayaran Abdullah.

Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi dikenal sebagai sastrawan dan intlektual Melayu yang menghasilkan karya-karya penting. Sebenarnya Abdullah Munsyi juga menghasilkan syair dan ceretera. Sayangnya karya syair dan ceretara tersebut tidak banyak mendapat perhatian para peneliti.

Amin Sweeney yang menghimpun karya lengkap Abdullah Munsyi memberi gambaran yang lebih komprehensif terhadap karya-karya Abdullah dari sana kita menemukan karya Abdullah penting artinya sebagai gambaran potret sosial pada masa itu, salah satu karya yang memperlihatkan karya tersebut Syair Kampung Gelam Terbakar, dalam syair itu tergambarkan secara tersirat dan tersurat bagaimana masyarakat di Singapura pada masa itu menjunjung semangat gotong royong dan toleransi.

Syair Kampung Gelam Terbakar juga merupakan fakta historis yang terjadi pada masa itu berkaitan dengan semangat menjunjung gotong royong dan toleransi. Adanya peristiwa dan fakta-fakta sejarah serta menghubungkannya dengan kondisi sosial yang terjadi pada saat ini.  (Tim Haripuisi.Info)

*Tema ini akan dibahas hari ini, Kamis (26/7) di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, Taman Ismail Marzuki, Jakarta.