Rida K Liamsi

Rida K Liamsi: Politik Sastra adalah…

Rida K Liamsi

Info Hari Puisi – Salah satu rangkaian acara Anugerah Sastra Litera 2018 (27/7) di Restoran Kampung Anggrek, Tangerang adalah diskusi sastra bertajuk “Sastra Politik, Politik Sastra”. Diskusi menampilkan tiga pembicara, yakni Rida K Liamsi, Sihar Ramses Simatupang, Chavcay Saifullah, dan moderator Mahrus Prihany.

Kehadiran Rida K Liamsi yang tinggal di Tanjung Pinang menurut Ahmadun Yosi Herfanda “merupakan kebahagiaan dan kehormatan tersendiri”. Dalam paparannya, Rida selaku inisiator Hari Puisi Indonesia sekaligus Ketua Dewan Pembina Yayasan Hari Puisi mengatakan:

“Politik itu kan cara atau strategi untuk mencapai sesuatu. Tentunya sesuatu yang baik. Begitu pula dengan politik sastra. Politik sastra adalah semacam strategi bagaimana sastra bisa bertahan dan mewarnai kehidupan.”

Lebih lanjut Rida menegaskan “Politik sastra saya kira lebih pada upaya memberi harkat dan martabat bagi kemanusia melalui kata-kata.”

Menurutnya, politik sastra bukanlah sesuatu yang harus dibenci. Justru para sastrawan punya tanggung jawab untuk mempertahankan sastra itu sendiri, dan itulah politik sastra. Sastra lebih dulu dari politik. Itulah kenapa politik sastra berbeda dengan politik praktis untuk mencapai kekuasaan. Adanya media sastra, komunitas sastra, bahkan acara sastra merupakan bagian dari politik sastra itu sendiri.

“Kenapa sastra harus bertahan? Karena sastra adalah yang menjaga dan menyimpan kata-kata atau bahasa dari sebuah bangsa. Bahasa bisa musnah, misalnya dengan adanya penjajah. Ketika bahasa itu musnah, maka hilanglah tanah air, dan bahasa adalah tanah air para sastrawan,” tambahnya berapi-api.

Apa yang disampaikan Rida juga sejalan dengan Rita Mae Brown: “Language is the road map of a culture. It tells you where its people come from and where they are going.” (Bahasa adalah peta jalan dari suatu budaya. Ia memberitahumu dari mana asal mereka dan ke mana akan pergi.)

Acara Anugerah Sastra Litera 2018 juga akan mengumumkan pemenang anugerah Puisi Terbaik, dan Cerpen Terbaik dengan dewan juri Mustafa Ismail, Iwan Kurniawan, dan Mahrus Prihani.