Rumi

Puisi Jalaluddin Rumi

Jalaluddin Rumi

Jalaluddin Muhammad ibn Bahauddin Muhammad, yang lebih dikenal dengan Maulana, Mulawi atau Rumi. Penyair sufi terbesar Persia dari abad ke -13. Rumi dilahirkan di kota Balkh pada tanggal 6 Rabiul awwal 604 H bertepatan dengan 7 Oktober 1207 M. Oleh karena itu namanya biasa disebut juga dengan Muhammad Jalaluddin Balkhi.

Saat berumur empat belas tahun bersama sang ayah pergi meninggalkan kota Balkh menuju Mekah untuk melaksanakan haji, di tengah perjalanan sampai di Neisyabur bertemu dengan syeikh Atthar dan berkata kepada ayah Rumi “ kelak anakmu ini akan membakar para pecinta” sambil menghadiahkannya buku Asrar Nameh.

Pada tahun 628 H. ayah Rumi wafat, sejak itu Rumi yang berumur dua puluh tahun untuk seterusnya tinggal di Qouniya.

Rumi melakukan pengembaraan intlektual sampai ke Aleppo dan Damasqus. Di sana Rumi sempat berguru dengan ulama besar seperti Muhyiddin A’rabi. Tujuh tahun berlalu rumi kembali ke Qouniya. Pada tahun 642 H Rumi berkenalan dengan Syams Tabrizi. Setelah pertemuannya dengan Syams Tabrizi, Rumi mengalami revolusi ruhani, seolah ada manusia lagi yang lahir dari wujudnya, manusia yang terbakar oleh api cinta.

Rumi pada tahun 672 H wafat, Masnavi maknavi, Divani Gazaliyyat Syams, Fihi ma Fihi adalah sebagian dari karya agung sang maestro sastra sufistik.

Rumi

Sepatu dan Ular Hitam[1]

Saat nabi mendengar panggilan sholat
Musthafa mendengar dari tempat tinggi

Ketika hendak memperbaharui wudhu
Dia basuh muka sucinya dengan air sejuk

Selesai membasuh ke dua kakinya, saat hendak memasang sepatu
Sebelah sepatunya hendak dirampas

Nabi bermulut manis hendak mengambil sepatunya
Seekor elang merampas sepatu dari tangan rasul

Sepatu dibawa terbang ke udara
Kemudian dari sepatu jatuh seekor ular hitam

Saat ular hitam jatuh dari dalam sepatu
nyatalah pertolongan tuhan

Kemudian elang itu mengembalikan sepatu
Berkata: ambil dan pasang sepatu ini dan bergegaslah sholat

Karena darurat, aku juga melakukan kelancangan ini
Padahal aku taat dan beradab

Elang itu menjaga adab demi rasululluah
Dia lakukan itu karena hendak menjaga jiwa rasul

Kemudian rasul berterima kasih dan berkata
Awalnya aku lihat kau zalim tapi ini adalah ketaatan

Ketika kau rampas sepatuku aku tak senang
Kau membuatku sedih

Aku tahu tuhan selalu mengungkap rahasia ghaib
Tapi saat itu aku resah

Elang menjawab: wahai rasulullah di maqom mu tak ada celah lalai
Karena aku melihat ghaib itu dari pantulan cahaya mu

Dari atas udara aku melihat ular dalam sepatu mu
Pandangan ini bukan dari aku tapi pantulan darimu hai musthafa

(Diterjemahkan oleh Bastian Zulyeno, Ph.D.)

[1] Kisah ini menceritakan tentang sepatu rasul yang di bawa terbang oleh seekor elang ketika selesai melakasanakan wudhu dan hendak mendirikan shalat.