Puisi

Puisi Ihya M. Kulon

Mukadimah

Puisi dapat dianggap sebagai tindakan simbolik, yakni tindakan yang diekspresikan melalui sistem ketandaan bahasa. Darinya terdapat tiga kenyataan yang diekspresikan puisi, yakni 1) kenyataan objektif (sepadan dengan pengalaman keseharian sebagai hasil dari objektivikasi), 2) kenyataan subjektif (sepadan dengan pengalaman puitis sebagai hasil dari internalisasi penyair yang terbakukan dalam puisi), dan 3) kenyataan simbolik  (sepadan dengan kenyataan yang direpresentasikan puisi yang tidak identik lagi dengan intensi penyairnya)*.

Setidaknya, ketiga pengalaman ini yang asik-masyuk berjejalan dalam lalu lintas penafsiran kita sebagai pembaca, bahkan pun penulis puisinya. Dalam “Aku Ini 1” terdapat kenyataan kita (pembaca laki-laki) sebagai suami yang mendarah-mendaging dalam kehidupan sehari-hari, suami yang melintas dalam ingatan sejarah pribadi, dan suami dalam tipifikasi teks puisi yang memperkaya imaji pembaca.

Yang menarik, tindakan simbolis dengan ekspresi bahasa puisi ini disampaikan dengan diksi keseharian dan gaya bertutur menyindir. Bait alegoris dan satire menarasikan suami, guru honorer, ustaz, intelektual, anggota ormas, politisi, pejabat tinggi, lajang, duda, dan penyair. Saya tidak akan memonopoli tafsir atasnya. Saya hanya ingin meyakinkan pada diri saya saja bahwa puisi dan sihir dapat mengonstruksi kenyataan (Aku Ini 10). Nizar Machyuzaar 

*Konstruksi Sosial, Peter L. Berger dan Thomas Luckman

Salam redaksi,
Nana Sastrawan

Puisi

Aku Ini 1
aku ini suami setia
syukur alhamduliillah tak pernah tergoda asmara kedua paling cuma lihatlihat filmfilm dewasa

Aku Ini 2
aku ini guru honor
makan enak pakai telor selebihnya hidup adalah horor

Aku Ini 3
aku ini ustadz kondang
setahun penuh padat diundang
tak ada waktu terima tetangga bertandang

Aku Ini 4
aku ini intelektual
segala harus pakai data faktual paling suka melihat yang sintalsintal

Aku Ini 5
aku ini anggota ormas
punya seragam kaos rompi dan jas siang malam berdinas

Aku Ini 6
aku ini politisi
berpikir dan bertindak dengan strategi paling suka lihat mahasiswi demonstrasi

Aku Ini 7
aku ini pejabat tinggi
punya derajat tersendiri paling takut sama istri

Aku Ini 8
aku ini masih lajang masih mata keranjang punya hati bercabang

Aku Ini 9
aku ini duda payah
luntanglantung tak punya rumah mana ini biji gede sebelah

Aku Ini 10
aku ini penyair
pemilik katakata mendesardesir ke manamana bawa sihir

Tasikmalaya, 30 Oktober 2020

Ihya M. Kulon, lahir di Jakarta 5 November 1968, saat ini menetap di pinggiran Kota Tasikmalaya dan berprofesi sebagai guru Sosiologi di salah satu Madrasah Aliyyah swasta di Kabupaten Tasikmalaya. Karya tulis dimuat di laman artikel Kabar Priangan Tasikmalaya, dan di portal berita terutama kapol.id Tasikmalaya. Karya: Buku Muslim Penghujat: Mempererat Ukhuwah Menghilangkan Pertentangan Sesama Muslim, Mujahid Press, Bandung (2005); Potret Hitam Putih Masyarakat Adat Kampung Naga, Media Inskripsi Transkultural (MIT), Tasikmalaya (2011): Nabi Muhammad Saw dan Revolusi Ketuhanan, Salman, Bekasi (e-book 2013); Antologi Puisi Aku Belum Gila (1998), dan Cerpen Mati Cuma Sekali (1999) Tasikmalaya (stensilan).