Puisi

Puisi Choer Afandi, Hilmi Faiq, Yustia Kusmarlina

Mukadimah

Kisah dapat disampaikan dengan puisi. Pengisah sebagai partisipan orang pertama memodelkan dirinya dalam aku-an atau dia-an (atau menyebut nama tokoh). Sementara mitra partisipan orang pertama diterakan dalam sapaan engkau, kau, kamu, dan kalian. Dalam kisah terbakukan rangkaian peristiwa yang menyertakan latar, tokoh, dan rangkaian peristiwa (komplikasi). Kisah dalam puisi tidak hanya setali tiga uang dengan ketiga hal tersebut, tetapi juga dengan aku larik puisi yang bergegas meneguhkan pengalaman puitis penyairnya yang sedemikian terjarak. Kita dapat mengatakan puisi ini bercorak balada, naratif, dsb.

Partisapan aku-kau dapat lesap dalam sebuah puisi, seperti terbaca dalam puisi “Ikan-ikan dalam Akuarium” karya Choer Afandi. Dalam puisi tersebut, pemodelan aku-kau yang lesap dipilih untuk memusatkan kisah ikan-ikan dalam enam subtema: orientasi (subtema 1, // Di bawah cahaya bohlam/Ikan dalam aquarium/Ke kiri ke kanan/Perlahan//), intrik (subtema 2, //Tanpa mata berkedip/Menyuruh pergi//), konflik (subtema 3, //Ikan-ikan rapuh dan busuk//), klimaks (subtema 4, //Terkena pancaroba …/… Dan diam-diam/Tenggelam/Mati//), resolusi (subtema 5, //Satu ikan pergi/Tinggalkan kolam//), dan Koda (subtema 6, // Tak ada air/Ikan-ikan terkapar//). Struktur kisah terbaca dalam pemodelan kisah metaforis ikan-ikan. Pesan puisi sudah terbaca lugas di awal (//Bulan/Eksekusi sabar/Syukur dan ketulusan//) dan ditegaskan kembali di akhir puisi (//Di meja dagang/Orang-orang yang sibuk/Mencari menu makan//).

Hal berbeda terbaca dalam puisi “hari senin” karya Hilmi Paiq. Partisipan aku-kau lugas terbaca. Dalam puisi tersebut, pemodelan aku-kau yang lugas dipilih untuk memusatkan kisah ke-aku-an  dalam tujuh bait: abstraksi (bait 1, //hari senin datang begitu cepat/aku belum sempat diajak ke kota/oleh ayah …//), orientasi (bait 2, //hari senin datang tedampau cepat/aku malas berjumpa bosku/yang rajin menggerutu …//), krisis (bait 3 dan 4, //: bantal-kasur merayu-rayu/guling tak lepas memeluk aku// … //“rebahan saja. manjakan tulang punggungmu/yang berhari-hari menanggung beban kerja dan rindu.”//,  reaksi (bait 5, //kau harus kembali ke pelukan kekasihmu/yang bukan kekasihmu//, dan koda (bait 6 dan 7, //agar hari ini tetap menjadi hari minggu/maaf aku belum sempat mencandaimu/: buku-buku// … //lalu meringkuk sambil merayu-rayu/waktu bahwa ini masih hari minggu//). Struktur kisah terbaca dalam pemodelan anekdot yang berhubungan dengan pesan atau kritik atas pengalaman hidup yang akrab dengan penyairnya.

Puisi terakhir berjudul “Perempuan pada Siapa” karya Yustia Kusmarlina. Partisipan aku-kau lugas terbaca. Dalam puisi tersebut, pemodelan partisipan aku-kau lugas memusat pada kisah ke-aku-an  dalam pengertian umum-deskripsi bagian mempribadi pada tujuh bait:  pengertian umum (bait 1, //Adalah perempuan rapuh yang tidak kukenal baik bahkan dalam terang langit Desember yang baru saja diguyur hujan//), deskripsi bagian masa kini (bait 2, //…/Namun sanggup dilalui oleh Selasa yang kerap diguyur hujan di kota itu//), deskripsi bagian masa lalu (bait 3, //Dalam 16 kali penantian di depan pintu kelas yang tertutup, … keluar dari dalam kelas sambil berteriak lalu kembali masuk dalam gelak//), deskripsi bagian komplikasi (bait 4, //Perempuan itu hanya duduk menunggu 45 menit berlalu sambil berharap –terkadang berhayal– semua akan berakhir seperti/…//), deskripsi bagian klimaks (bait 5, //Lalu ramai itu menjadi senyap sekelebat perempuan jumawa hilang ditelan sepi//), dan penutup berbentuk Judment atau penegasan kembali (bait 6 dan 7, //Adalah perempuan rapuh yang tidak kukenal baik, tengah berhayal ingin dikuatkan oleh anak alam dari masa kecil/…//…//Ceritakan kepadaku, jika kau mengenalnya.//). Struktur kisah yang terbaca dalam pemodelan teks deskripsi dibentuk dalam larik panjang-panjang seolah menandai kisah kasih penuh kesah tak berujung dengan gaya bahasa senyatanya pengalaman penyair sedemikian. Tabik!

Mangkubumi, 1 Agusutus 2021,

Nizar Machyuzaar, esais

Salam redaksi
Nana Sastrawan

Puisi

Puisi Choer Afandi
Ikan-ikan dalam Akuarium

1/
Bulan
Eksekusi sabar
Syukur dan ketulusan
Di bawah cahaya bohlam
Ikan dalam aquarium
Ke kiri ke kanan
Perlahan

2/
Ikan-ikan berbisik
Dengan gerak gemulai sirip
Digoyang-goyang
Tanpa mata berkedip
Menyuruh pergi

3/
Air mengalir
Terjun. Terbawa arus
Putaran baling-baling
Sisa-sisa makan
Burayak yang mati
Terseret. Terjun lagi
Mengendap. Di sela-sela
Batu-batu kecil
Ikan-ikan rapuh dan busuk;
Hanya terdengar
Gelombang suara
Air mengalir

4/
Ikan-ikan dalam aquarium
Terkena pancaroba bukan corona
Tubuhnya gigil mungkin dingin
Sisiknya berlumut
Dan diam-diam
Tenggelam
Mati

5/
Satu ikan pergi
Tinggalkan kolam
Air selalu bersama
Kini sunyi. Gemercik
Didengar sendiri

6/
Tak ada air
Ikan-ikan terkapar
Di meja dagang
Orang-orang yang sibuk
Mencari menu makan

Choer Afandi lahir di Jakarta, 2 September 1981. Masa kecil dan remajanya dihabiskan di Kota Bekasi. Menempuh pendidikan di MAN Cipasung Tasikmalaya (1996-1999), serta mondok di Pondok Pesantren Cipasung Tasikmalaya. Kemudian melanjutkan pendidikan ke Jurusan Ahwal al Syakhshiyah Fakultas Syari’ah IAIC (Institut Agama Islam Cipasung) Tasikmalaya, sampai semester VI, tidak dilanjutkan. Mengenal dan mempelajari sastra setelah ikut aktif di Komunitas Azan dan Sanggar Sastra Tasik. Buku puisi pertama “Kehadiranmu Dan Puisi 2006-2019 (Belum Diterbitkan).” Puisinya pernah dimuat di koran lampung pos, koran radar tasikmalaya, koran priangan, koran pikiran rakyat  dan juga media online.

Puisi Hilmi Faiq
hari senin

hari senin datang begitu cepat
aku belum sempat diajak ke kota
oleh ayah dan naik delman istimewa
di hari minggu yang sudah lalu

hari senin datang tedampau cepat
aku malas berjumpa bosku
yang rajin menggerutu dan mengeluh
menyalahkan semua kerja-kerjaku

hari senin datang terlalu cepat
hati dan pikiranku masih terpaut di hari minggu
: bantal-kasur merayu-rayu
guling tak lepas memeluk aku

hari senin datang terlampau cepat
desis penyejuk udara membisikkan mantra,
“rebahan saja. manjakan tulang punggungmu
yang berhari-hari menanggung beban kerja dan rindu.”

hari senin datang teramat cepat
aku belum jenak mencumbumu
kau harus kembali ke pelukan kekasihmu
yang bukan kekasihmu
karena hatimu terperosok di hari minggu
bersamaku

hari senin datang benar-benar cepat
beri aku sedikit waktu untuk memutar waktu
agar hari ini tetap menjadi hari minggu
maaf aku belum sempat mencandaimu
: buku-buku.

hari senin datang terlewat cepat
aku tutup jendela dan kelambu, matikan lampu
lalu meringkuk sambil merayu-rayu
waktu bahwa ini masih hari minggu

bintaro, 14 juni 2021

Hilmi Faiq, jurnalis dan penulis kelahiran Lamongan, Jawa Timur. Lulusan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.  Buku kumpulan cerpen “Pesan dari Tanah” ludes dalam 17 hari dan cetakan kedua (Januari 2021) sedang beredar. Pada Mei 2021 terbit buku kumpulan cerpennya,  “Pemburu Anak” oleh Kepustakaan Populer Gramedia. Selain menulis cerpen, dia rajin menulis sajak. Terbaru, cerpennya di muat di Harian Pikiran Rakyat (26/06/2021) dan sajaknya dimuat di Harian Jawa Pos (27/06/2021).

Puisi Yustia Kusmarlina
Perempuan pada Siapa

Adalah perempuan rapuh yang tidak kukenal baik bahkan dalam terang langit Desember yang baru saja diguyur hujan

Sebentar dalam keramaian seperti kayu besi yang kubawa terbang 9 tahun lalu dari Borneo Entah jumawa atau busung dadanya atas perempuan kecil yang pernah sembab matanya menangisi Sabtu yang  tidak pernah datang lagi
Namun sanggup dilalui oleh Selasa yang kerap diguyur hujan di kota itu

Dalam 16 kali penantian di depan pintu kelas yang tertutup,
samar-samar terdengar gelak tawa,
terkadang suara musik,
sesekali suara kertas bergesek,
pernah juga sekonyong-konyong perempuan kecil bertopeng keluar dari dalam kelas sambil berteriak lalu kembali masuk dalam gelak

Perempuan itu hanya duduk menunggu 45 menit berlalu
sambil berharap -terkadang berhayal- semua akan berakhir seperti hidupnya perempuan dalam mobil VW Scirocco putih di selatan Jakarta,
dalam gambar sephia pada suatu saat ketika masih bergumul dalam janji yang terseret hingga kini
Suryakencana selalu menjadi pelabuhan suka cita ketika lelah yang gembira berlalu,
sekadar makan atau terkadang membawa pulang satu mainan murah dari salah toko tua di tepi jalan sepanjang Pecinan

Lalu ramai itu menjadi senyap sekelebat perempuan jumawa hilang ditelan sepi

Adalah perempuan rapuh yang tidak kukenal baik, tengah berhayal ingin dikuatkan oleh anak alam dari masa kecil
Berubah lagi terbawa hayal dalam cerita baru yang sedikit usang tergerus hujan kata-kata yang tidak tercerna dengan baik

Ceritakan kepadaku, jika kau mengenalnya.

Dec 2018

Yustia Kurmarlina kelahiran Bogor 16 Maret. Aktif menulis di Majelis Sastra Bandung –Ruang Sastra yang Sebenarnya.. Puisinya termuat dalam Antologi Ziarah Kata (2009) terbitan MSB. Puisi-puisinya kental dengan permenungan sebagai perempuan yang berprofesi pramugari.