Mukomuko

Puisi Beti Novianti

Mukadimah

Puisi hadir melalui caranya sendiri. Ia cenderung menemani kegelisahan penyairnya, bisa disaat sedang berpergian atau tengah sendirian di dalam kamar. Peristiwa-peristiwa yang berseliweran di sekitar ditangkap oleh kepekaan batin penyair, dan penyair yang baik kerap meraciknya dengan bahasa puitik dan metaforik sehingga memberikan ruang tafsir yang lain pada puisi-puisinya. Kalimat-kalimat puitik dan metaforik itu juga terasa pada puisi-puisi karya Beti Novianti, seorang guru dari Mukomuko. Ia menggambarkan sebuah pengalaman bertemu dengan suasana pantai dan lingkungan penduduk sekitar, lalu diceritakan kembali dengan bahasa metaforik sehingga dapat terasa suatu citraan yang indah, ramai dan menyimpan makna optimis, seperti pada larik puisi ‘Menuju Laut Mukomuko’. Perjalanan menuju laut Mukomuko/melewati benteng Anna/di sepanjang sungai keruh/kerumunan menyambut pedagang/anak-anak berlarian di antara jemuran pakaian/mimpi mereka telah mereka rajut sebentuk jaring ikan/yang menentang arus selagan. 

Berbeda dengan puisi ‘Sepasang Senangin’ ia seolah telah menyatu dengan ‘laut’, suatu objek yang dijadikan metafora pada puisinya. Kita pernah menjadi sepasang kekasih/berenang ke muara sungai ke sempadan air tawar/lalu ke dasar perairan berpasir dan berlumpur/suatu saat kita akan menjadi ikan-ikan perkasa katamu/memijah di laut lepas/membiarkan ribuan telur melayang-layang di air laut/arungi riak, gelombang dalam hari yang membentang/hingga denyut yang menyisir takdir di telapak tangan. Puisi ini seperti cerminan kehidupan penyairnya sendiri, ia begitu intim pada kehidupan laut ketika berproses menulis puisi. Akan tetapi, ia pun tak ingin kehilangan kegelisahan sehingga dapat ditemukan metafora-metafora yang jika ditafsirmaknai menjadi pikiran dan sekaligus harapan atau ungkapan batinnya. Namun, pada kenyataannya puisi yang bersifat pengalaman individu dapat mewakilkan perasaan atau pengalaman orang lain. Itulah puisi. Selamat Membaca.

Redaksi
Nana Sastrawan

Mukomuko

Menuju Laut Mukomuko

Perjalanan menuju laut Mukomuko
melewati benteng Anna
di sepanjang sungai keruh
kerumunan menyambut pedagang
anak-anak berlarian di antara jemuran pakaian
mimpi mereka telah mereka rajut sebentuk jaring ikan
yang menentang arus selagan

Apakah kau tahu arti perjalanan ini
dan perempuan penyambut ikan
menuju ke muara
beberapa kapal akan menepi
dan beberapa baru saja pergi

Menuju laut mukomuko
kota yang diceritakan dalam tambo
ia disebut ombak nan badabua
tempat kesedihan-kesedihan
dan kebahagian-kebahagiaan dilabuhkan

dan kini, kita telah sampai
pandanglah ombak
dengarlah deburnya
sebelum kita beranjak

Mukomuko, 2021

Sepasang Senangin

Kita pernah menjadi sepasang kekasih
berenang ke muara sungai ke sempadan air tawar
lalu ke dasar perairan berpasir dan berlumpur
suatu saat kita akan menjadi ikan-ikan perkasa katamu
memijah di laut lepas
membiarkan ribuan telur melayang-layang di air laut
arungi riak, gelombang dalam hari yang membentang
hingga denyut yang menyisir takdir di telapak tangan

satu hari kau pernah mengajakku ke terumbu karang
merajut angan-angan
tapi, di sana tidak kau temukan mimpimu
lalu kau mengajakku kembali, memangsa krustesae dan  ikan-ikan kecil
kemudian kau bisikan mantra-mantra ke telinga
kata-kata yang bukan hanya sekadar gurat getir kehilangan
atau ketar ketir kerinduan
tapi juga kebahagiaan di setiap angan

Mukomuko, 2021

Hikayat Hujan

Hujan telah berhenti
tetesannya telah menyatu ke tanah
ke sela-sela rumput halaman
aroma petrikor bergerak ke udara
menuju jiwa-jiwa yang terlupa
sisa-sisa tetesan masih terihat di tepi jendela
tapi kupu-kupu di bawah kanopi pepohonan telah berterbangan riang
lalu kemana hujan menempuh tujuan?
mungkin ia menyusup masuk ke pori-pori batuan yang keras penuh beban
atau menyusup menuju telaga tirta di pegunungan
menyatu bersama sungai-sungai
tempat orang-orang menciptakan kebahagiaan
lalu menumbuhkan benih-benih dengan penuh kasih
ini sungguh perjalanan yang panjang dan melelahkan
menyebar kebahagiaan sebelum kembali ke langit dengan riang

Mukomuko, 2020

Beti Novianti, lahir di Ipuh, Kabupaten Mukomuko 14 November 1987. Menulis puisi dan cerpen dan menyukai dunia sastra dari SMP. Alumnus Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Bengkulu. Puisi-puisinya dimuat di media daring dan juga tergabung dalam Antologi Puisi Corona Gone By The Poetry (2020), Antologi Gembok(2021). Sekarang menjadi guru di SMKN 1 Kabupaten Mukomuko.