images

Puisi Aminati Juhriah, Aris Setiyanto, Ence Sumirat

Mukadimah

Dalam mukadimah ini saya akan membahas tiga perkakas yang dimanfaatkan penyair dalam pemodelan teks puisi. Pertama, enjambemen atau pemenggalan larik. Pada puisi Aminati Juhriah terasa bahwa enjambemen dimanfaatkan sedemikian. Kedinamiasan kata, frasa, dan klausa mengambil bentuk larik silih berganti. Hal ini pernah dilakukan Chairil Anwar dalam puisi “Diponegoro”. Contohnya, sebuah sintagma puisi dimodelkan dalam enjambemen //Kunaiki tangga langit/perlahan/memeluk bulan/memenjarakan bintang//. Jeda antarlarik yang berongga tanmakna dipekatkan maknanya dengan pengalaman dan pengetahuan pembaca.

Pada puisi kedua saya menemukan bahwa pemodelan teks puisi memanfaatkan susunan bait dari empat larik beruntai. Secara tersirat pada puisi ini ditemukan kesadaran atas rima dan ritme. Dua hal ini dapat membuat ajeg bangun bait yang sering diistilahkan kuatrin. Namun, Aris Setiyanto lebih memilih kekuatan ekspresi makna di balik rangkaian kata, seperti terbaca berikut: //Lagu-lagu sendu gugur dari langit/Namun kerontang menyerta demensia/Seluruh yang hidup lupa cara mendengar/Tinggal sunyi merajai siang//. Akibatnya, rima dan ritme antarlarik cenderung takbermatra. Hal ini akan berbeda saat kita membaca syair dan pantun meski dalam pemodelan baru ala Sitor Situmorang dalam puisi “Lagu Gadis Itali”.

Pada puisi terakhir saya menemukan kata konkret yang menjadi tematik puisi. Acuan dunia puisi memang bermula dari serakan kata konkret. Secara tersirat kata konkret celana dalam dapat dimodelkan ke dalam nada anekdot seperti yang dilakukan Joko Pinurbo. Namun, Ence Sumirat lebih memilih bangun bait konvensional dengan enjambemen larik bermatra bebas. Ekspresi simbolik dan liris antarlarik menarasikan kata konkret celana dalam yang cenderung bernada tragis. Tiga larik terakhir berikut menguatkannya: //“Masukkanlah panjang kenyerian ke lubang sempit kerinduan”/Hingga amis luka/Membasahi selangkangan doa//. Tabik! (Nizar Machyuzaar, Penyair dan Narateks)

Salam Redaksi
Nana Sastrawan

Aminati Juhriah
KEKASIH SEMESTA

Kunaiki tangga langit
perlahan
memeluk bulan
memenjarakan bintang
Bercahaya
Berharap ribuan
kepada Kekasih
semesta
Penguasa kedipan mata
Menyerpih rakaat panjang
mengundang, gerimis datang
Harapan, hujan doa
Lengang tenang
Lewat langit kutitipkan
kepada alam bertasbih
Kuendapkan
siang dan malam

Duhai pemilik lafaz-lafaz
cinta
Seluruh aku mengetuk
pintu
langitMu
Di syahdunya malam merayu
gerimis sesal
meleleh
di cawan
keikhlasan
Hanyut laut
asa, tenggelam
di samudera
magfirahMu

Segenggam biru
teduh
menyentuh
luruh
kenangan
rapuh
Ceritakan tentang gerimis mengundang gigil pilu
Air mata jatuh di bahu berkisah dosa luka masa lalu
Menafakurkan udara di setiap mili detik paru-paru

Perjalanan letih
waktu
mubazir
Menghitung mundur
umur
bertafakur
sesalan
Doa-doa
bergulir
ke hilir
ke muara
bagai rinai
Tangis
mengalir
Harapan hanyut ke sungai
Ampunan
Nya

Tangerang Agustus 2021

Aminati Juhriah seorang ibu rumah tangga biasa yang lahir di Tangerang 20 Agustus. Ibu dari empat orang anak ini bercita-cita jadi penulis. Berharap setiap tulisannya diridai Allah dan bermanfaat untuk sesama. Beberapa karyanya telah dibukukan bersama teman-teman dalam antologi. Di antaranya: Antologi puisi Pelangi Cinta, Obituari Mengenang Yoevita Soekotjo, Story Struggle Butterfly KMO bath 28, dalam proses cetak Antologi Cerpen, artikel, puisi “Dikara Dalam Rona” dan proses terbit, antologi puisi bersama 17 Srikandi Indonesia.

Aris Setiyanto
LAGU LANGIT

Lagu-lagu sendu gugur dari langit
Namun kerontang menyerta demensia
Seluruh yang hidup lupa cara mendengar
Tinggal sunyi merajai siang

Bintang dan bulan menari
Namun tak tergurat senyum indah di wajahmu
Pohon-pohon angsana,
Kemanakah burung-burung migrasi?

Ketika aku tebar pandang
Memandang berkeliling cakrawala
Hilang aku, dalam rimba hatiku sendiri
Tanpa semilir petir

Saat hujan, rintik-rintik tak terbaca
Seperti apa bunyinya?
Terakhir, aku melihat suara tanah basah itu
Tercium telinga-telinga aku.

2020

Aris Setiyanto lahir 12 Juni 1996. Tinggal di Temanggung, Jawa Tengah. Menyukai anime dan idol. Juara 3 lomba cipta cerpen Kopisisa 2019, juara harapan 2 lomba cipta puisi 2019 dan Juara 3 lomba cipta puisi Kopisisa 2020. Buku puisinya, “Lelaki yang Bernyanyi Ketika Pesawat Melintas”, diterbitkan oleh Tidar Media(2020). Karyanya termuat di; Majalah Kuntum, Koran Purworejo, Koran BMR FOX, Majalah Raden Intan News dll.

Ence Sumirat
CELANA DALAM

Berkelahilah di sini
Tempat keluar masuk kendaraan
Tapi ingat petuah surga
Yang sering lupa
“Masukkanlah panjang kenyerian ke lubang sempit kerinduan”
Hingga amis luka
Membasahi selangkangan doa

2021

Ence Sumirat lahir tahun 1971 di Cianjur. Menulis puisi secara otodidak. Karyanya dimuat di media cetak lokal dan nasional disamping media online. Antologi puisi bersamanya, “Sampah (2020), Gembok 2021, Tadarus Puisi V 2021, dll”. Antologi tunggalnya, “Mak Erot, Bersatu Kita jatuh bercerai kita kawin lagi” dalam proses terbit. No wa 085295317117, email emirgigih71@gmail.com. Kini menetap di perum kota baru blok c3 no 32 kec. Cilaku-cianjur, jabar 43285.