Lukman Hakim Saefudin

Memperingati Hari Puisi Indonesia – Lukman Hakim Saifuddin

Lukman Hakim Saefudin

Memperingati Hari Puisi Indonesia, saya menjadi diingatkan kembali tentang Indonesia kita. Indonesia adalah anugerah terindah dariNya yang kita miliki bersama. Adakah negeri yang kontur alamnya selengkap Indonesia? Adakah negeri yang keanekaragaman flora dan faunanya sekaya Indonesia? Adakah negeri yang kemajemukan budayanya seberagam Indonesia? Adakah negeri yang aktivitas kehidupan masyarakatnya tak terpisahkan dari nilai agama seperti masyarakat Indonesia? Begitu banyak anugerah yang diturunkanNya pada negeri ini, masihkah tersisa kata-kata untuk melukiskannya?

Ya, bahkan kata-kata pun jadi anugerah tersendiri bagi Indonesia. Indonesia lahir dari spirit pemuda bangsa bersuku-suku,yang mengikat diri dengan kata-kata magis dalam puisi besar Sumpah Pemuda. Maka, seyogianya kita membuat narasi besar bangsa Indonesia dengan berbasis kekayaan kita sendiri.

Upaya itulah, saya rasa, yang menjiwai peringatan Hari Puisi Indonesia. Sebuah tekad yang tumbuh dari pribadi-pribadi yang tak henti merangkai kata, demi kemaslahatan bersama. Sebuah kesadaran yang makin mendalam bahwa ada yang mulai sirna, yang menjadi pijakan budaya dan kesusastraan masyarakat kita. Ya, Tiba-tiba kita kehilangan RASA pada pikiran, pada kata-kata, pada perilaku, dan pada sikap kita.

Ada gelisah yang resah ketika banyak anak bangsa ini terancam hilang ingatan, karena fakta- fakta yang diputar-balikkan. Ada sedih yang pedih ketika kata-kata dilontarkan dengan cara tak beretika, dan semakin dipahami berbeda makna. Ada lara yang merana ketika kota-kota dan desa-desa tak lagi ramah bagi penghuninya, Ada sedu yang pilu tatkala nasihat diselimuti tipu muslihat, dan ucapan bersahut hujat, Ada geram menghujam-hujam manakala uang-uang rakyat dikorupsi berbilang-bilang berjumlah tiada alang kepalang.

Kita ingin menjadi bangsa, yang kata-kata warganya telehenya bertabur dorongan dan ajakan yang memotivasi dan menginspirasi satu kepada yang lain. Kita ingin menjadi bangsa, yang ungkapan-ungkapan warganya sarat dengan aura saling merawat harkat, derajat, dan martabat kemanusiaan.

Maka wahai para penyair se-Tanah Air, Gaungkan kata-kata ke segala arah. Sebab, bersyair di era kekinian bukanlah bergumam dalam kesendirian di tengah keriuhan dan kebisingan tanpa jeda sosial media. Bukan pula sumpah serapah akibat pikiran dan jempol tangan makin terdisrupsi teknologi. Bersyair di zaman banyak orang nyinyir, mestinya adalah refleksi berdialog lewat kata-kata vana menggugah kesadaran dan menjaga kewarasan. Berpuisi adalah wujud amalan terpuji yang sucikan nati, yang mencegah bangsa digital agar tak binal, karena banalnya informasi yang seringkali saling menyakiti.

Itu artinya, penyair dituntut untuk lebih peduli di masa kini. Peduli berarti harus siap memahami realitas zaman. Penyair semakin dituntut untuk mengasah indranya kian peka menyikapi fakta, melalui ungkapan kata.

Sebagai karya sastra, puisi ibarat oase yang menyegarkan, yang mengantarkan pada kesepahaman, setelah setiap mulut sudah lelah beradu kata dari kanal-kanal berbeda. Sebagai produk budaya, puisi adalah ungkapan jiwa yang mampu membebaskan diri dari belenggu kepengapan wacana. Sebagai olahan bahasa, puisi adalah belanga yang menjodohkan garam di laut dan asam di gunung menjadi pelezat rasa. Puisi menjadi pemanis di kala kata-kata biasa, tawar terasa. Puisi bukan sekumpulan kalimat hambar yang disusun dari janji-janji manis belaka. Puisi adalah seni olah kata yang menyatukan kita dalam rasa.

Wa ba’du,

Tuhan menakdirkan kita dengan beragam budaya. Kita berkewajiban menyikapi keragaman itu sebagai berkah dan anugerahNya, bukan malah menjadi penyebab datangnya bencana. Jatidiri Indonesia yang kaya budaya, tak boleh rusak terkoyak justru akibat ketidakarifan kita menyikapi keberkahanNya. Di negeri bernama Indonesia, kemajemukan adalah nyata dan niscaya. Di negeri bernama Indonesia, nilai agama menjadi nafas anak bangsanya. Dan kita amat bersyukur, para leluhur menjadikan nilai-nilai agama sebagai sesuatu yang menjalin, merangkai, dan merajut keragaman dan kemajemukan antarkita yang berbagai-bagai itu. Maka mari syukuri ini dengan tetap dan terus menjaga budaya berkata-kata, berbahasa, dan bersastra, dengan ruh agama. Setiap kita, adalah umat beragama,sekaligus warga berbudaya yang dipersatukan olehNya untuk tidak merendahkan sesama. Lewat kata-kata, mari sama-sama saling mengaktualisasikan nilai agama dalam wadah budaya untuk kemanusiaan kita.

Selamat Hari Puisi Indonesia Mari terus mengolah kata Mari terus berbagi rasa Mari terus berbagi cinta Mari terus menyemai damai bagi sesama..