Puisi Yana Risdiana

Larik-Larik Dari Jurus Dasar Silat Cimande

Mukadimah

Salam Hari Puisi Indonesia

Setelah minggu sebelumnya tidak ada naskah yang lolos untuk dimuat, minggu ini kami kembali menerima naskah dari 35 penyair dari berbagai kota, seperti Palembang, Luwu, Purwakarta, Bandung, Jakarta, Sumatera Barat, Madura, Samarinda, Pekalongan, Riau, Kudus, Sulawesi Selatan, Jombang, Maluku Utara, Mojokerto, Bogor, Pemalang, Semarang, Sumenep, Indramayu, Banten, dan lainnya.

Tim Redaksi menyeleksi secara ketat dan menyerahkannya kepada kurator sejumlah naskah pilihan. Kemudian kurator memilih satu naskah untuk dimuat, yakni puisi berjudul “Larik-Larik dari Jurus Dasar Silat Cimande” karya Yana Risdiana dari Bandung. Dalam puisi tersebut, tampak permainan citraannya lincah, tanpa kesan memaksakan diri. Maka, metafora yang dihadirkan di sana, membuka ruang tafsir yang berbagai.

Menurut Kurator, inilah salah satu puisi yang tepat untuk dimuat di antara puisi lainnya yang masih terkesan tanpa penghayatan dengan pengucapan yang artifisial.

Terima kasih kepada semua penyair yang telah mengirimkan karya. Kami tunggu karya-karya selanjutnya. Selamat menikmati. Selamat lebaran, selamat liburan. Mohon maaf lahir dan batin.

Jakarta, 17 Juni 2018
Tim Redaksi

 

Yana Risdiana

LARIK-LARIK DARI JURUS DASAR SILAT CIMANDE

/1/
Teunggeul Sabeulah

Sasaran atau alasankah yang ingin kau kepalkan
Ketika empat jari bersujud tenang di telapak tangan
Kini tak ada yang lebih tinggi di antara mereka
Dan tak ada celah untuk ruang bergerak
Hingga ketundukan mereka dirapatkan tanpa jarak
Sementara ibu jari dalam geming
Menjaga kesejajaran baris dan sama-sama bersujud
Di sebelah telunjuk.

Sebab atau tujuankah yang akan kau bariskan
Saat lengan atas sampai bawah kau luruskan
Dengan otot-otot yang terbentuk oleh kelenturan akal
Dan kekokohan fitrah hati yang mengarahkan
Setiap pukulan tanpa sebuah sikutan pun.

/2/
Kelid

Takdir penuh tabir dan tak sekadar tergaris
Dalam pukulan balasan atau sapuan
Kadang tangkisan yang bersih dari umpatan
Akan membuka kenyataan tentang ketidaktahuan
Atau lalai oleh keberingasan angan ingin menjadi abadi
Hingga saat telapak tanganmu membendung
Satu tonjokan kesumat, terbacalah garis tangan
: peruntungan tidak datang dari kepalan amarah
tapi dari jari-jari yang sujud dan takjub
kepada nama-nama Pemilik Semesta.

Dan lawanmu diam-diam ingin mencium tanah
Tempat asal kita mengada.

/3/
Selup

Terbukalah rahasia tangkisan bertangan gesit
Saat menangkap lengan ketakutan, bagian atasnya
Kau lemahkan dengan kepalan cahaya
Jika kau rasakan ada yang merambat ke seluruh tubuhmu
Seperti beralih menjadi kekuatan baru, sadarlah
Itu bukanlah milikmu, segera kau alirkan sampai ke bumi.

/4/
Timpah Sabeulah

Pilihan melampaui amsal persimpangan
Jika ia bercabang empat, mungkin ada jalan kelima
Yang tak kau sangka-sangka, terbit dari niat
Hasil tetirah panjang mencari jalan lapang
Tanpa khayalan dan membuang gairah di luar arah.

Kau tidak akan mampu merangkum semua pilihan itu
Untuk diambil seluruhnya, karena selalu saja
Hasil penggabungan hanya mengabaikan kerlinganmu
Pada titik-titik sasaran yang diam-diam
Telah kau kurangkan dan disimpan di sudut mata terjauh.

/5/
Timpah Serong

Tangkisannya bukan musim gugur
Yang bersitahan pada siasat warna daun
Saat melawan jurus angin dan menyerahkan
Gugurannya di tungkai kaki lawan.

Ia juga tidak serupa kemarau
Yang membuat seterumu parau
Menahan sisa keringat tubuhnya
Agar tidak luruh sebagai tetesan terakhir
Dari mata air persendian yang mulai kering.

Kau hadirkan tangan-tangan yang gigih
Menangkap pergelangan tangan lawan
Di mana sekepal kesabaran dan selengan keinginan
Saling bertumbukan, lentingkan urat keseimbangan
Mencari cara kembali ke ihwal kesetiaan
Yang bukan sekadar berhitung
Di ketinggian ujung kepalan tangan.

2018

Yana Risdiana

Yana Risdiana, lulusan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (1999) dan Magister Hukum Universitas Airlangga (2015). Puisinya termuat, antara lain, dalam Hikayat Secangkir Robusta: Antologi Puisi Krakatau Award 2017; The First Drop of Rain: Antologi Banjarbaru’s Rainy Day Literary Festival 2017; Mengunyah Geram: Seratus Puisi Melawan Korupsi (2017), Epitaf Kota Hujan (2018), dan Antologi Puisi Pematangsiantar (2018). Kini Yana Tinggal di Bandung.