puisi rini

Puisi Rini Intama dan Abah Yoyok

Mukadimah

Puisi adalah alat penyampai apa pun yang menjadi kegelisahan atau kecamuk pikiran. Apa yang dirasa, dilihat, didengar bisa menjadi pintu keluar untuk menghasilkan puisi. Jadi, puisi bisa lahir dari berbagai peristiwa, bisa peristiwa remeh-temeh atau peristiwa luar biasa. Yang penting, bagaimana fakta itu menjadi fiksi, diperlukan sentuhan imajinasi, asosiasi sampai pada perkara metafora. Perangkat itulah yang membedakan puisi (sastra) dengan berita atau sejarah. Selalu, peristiwa dalam puisi berfungsi menghidupkan imajinasi dan asosiasi pembaca. Teks (puisi) jadinya punya cantelan konteks. Itulah yang dilakukan Rini Intama. Dalam puisinya ‘Kidung Tanah Partikelir’ Rini coba menyampaikan peristiwa sejarah yang pernah terjadi di sudut kota Tangerang. Tetapi yang diangkatnya adalah sisi di belakang peristiwa besar sejarah, yaitu tentang penderitaan orang per orang, individu. Rini melihatnya dari perspektif hakikat kemanusiaan. Maka, derita masa lalu itu, coba direkonstruksi guna menghadirkan empati. Ini membuktikan bahwa puisi tidak melulu berurusan dengan curhat, semangat klangenan, atau egoisme menyembunyikan pesan dalam kegelapan. Puisi juga memerlukan data guna memperkuat isi yang tidak sekadar imajinasi kosong belaka.

Nah, silakan nikmati puisi Rini ini!

***

Puisi berikut berjudul ‘Daripada Daripada Mendingan Aku Mendingan’ karya Abah Yoyok. Gaya penyampaiannya seperti main-main. Penyair menggunakan kekuatan bunyi untuk menyembunyikan kritik sosialnya. Sebuah model permainan bunyi yang main-main tetapi serius secara tematik. Unsur-unsur bunyi di dalam puisinya memiliki daya tarik untuk “mengecoh” makna yang disembunyikan. Kata yang dipermainkan dari makna dasar jadi keunikan dalam menyampaikan peristiwa. Dan puisi mengizinkan penyair melakukan penyimpangan seperti itu.

Begitulah keunikan dan keajaiban puisi ….

Jakarta, 22 Juli 2018

Tim Redaksi

puisi rini

Puisi Rini Intama
KIDUNG  TANAH  PARTIKELIR
:1924

Padamu Kalin bin Bayah.  Kampung Pangkalan Teluk Naga di atas tanah partikelir pinggir kota. Bujang sawah menggarap air mata memilin dada di sawah hingga perkebunan sutera. Sejak daun dan bunga bunga bermekaran melintasi musim.  Sejak Tuan tuan tanah mengunjungi matahari,  menenteng tas kulit bercahaya berisi nafsi yang membelit.

Petani menumpuk gelisah di pelataran rumah, sedang  langit gelap tertutup awan hitam yang melukiskan pemerasan dan upeti yang meninggalkan sayatan luka yang perih.  Cacing cacing tanah menggeliat menganyam serat-serat kemiskinan dari debu tanah.

Kidung tanah partikelir adalah lantunan doa para sahaya yang memotong tali-tali jerat, anak-anak berlarian menuruni lembah mencari nasi di periuk dan dapur-dapur yang kosong.  Perempuan perempuan tak lagi punya susu untuk memuasi bayinya yang lapar, lelaki menikam jantungnya sendiri. Menyimpan rapat tangisan bumi pada akar akar padi yang tumbuh di atas kepala.

Pemberontakan ini memang harus terjadi

Tangerang, Juni 2016

Rini Intama, lahir tanggal 21 Februari di Garut, Jawa Barat. Penulis buku-buku modul pembelajaran Matematika dan Bahasa Inggris yang juga pengajar di KEM Centre-Tangerang. Mantan Anggota Komite Sastra Dewan kesenian kabupaten Tangerang yang aktif di Komunitas Saung Sastra Tangerang dan beberapa komunitas sastra lainnya di Tangerang. Karya tunggalnya yang berjudul Kidung Cisadane, Sejarah dan Budaya Tangerang dalam Puisi (2016), meraih anugerah 5 buku puisi terbaik Hari Puisi Indonesia 2016. Karyanya yang lain yaitu novel Panggil Aku Layung (2015), kumpulan cerpen A Yin (2014), kumpulan puisi Tanah Ilalang Di Kaki Langit (2014) dan Gemulai Tarian Naz, Jejak Sajak Rini Intama (2011). Cerpennya yang berjudul A Yin, kisah perempuan Cina Benteng, dipentaskan di Drama Teater Universitas Muhamadiyah Tangerang. Selain terbit di media harian Tangerang, puisi-puisi dan cerpennya juga tergabung dalam buku antologi bersama, antara lain Tifa Nusantara 2-3, kumpulan puisi Penyair Nusantara, Perempuan Langit 1-3, kumpulan puisi penulis perempuan Indonesia, Negeri Poci, Negeri Laut (2015), Yogya Dalam Nafasku, kumpulan Puisi Seminar Internasional Antar Bangsa Indonesia-Malaysia  (2016), Matahari Cinta, Samudera Kata (2016), Puisi Kopi 1,550 Mdpl dan Negeri Poci, Negeri Awan (2017). Namanya turut tercatat dalam buku Profil Perempuan Pengarang dan Penulis Indonesia (2012).

Puisi Abah Yoyok
DARIPADA DARIPADA MENDINGAN AKU MENDINGAN

sudah ku culumunyun segalanyaman segalanyumun
hidup malah makin manyun markunyun
sementara kamu makin berkelomang
bulukutuk merkutuk
dan para ontohod asyik mengicipirit seiprit demi seiprit

turun naik si kalamenjing
sampai aku terkaing-kaing
bagai anjing menggunjang-ganjing
lantaran bumi mulai miring
otakotak miring dan orang-orang semakin sinting
tanah subur rejeki garing sampai mengering
bagai nasi aking
maling teriak maling
melengking sampai kencingnya menggemerincing

hidup makin manyun markunyun
amburadul berjendul jendul
diacakacak si tuyul merkuyul
bangsa lelembut peliharaan para semprul

ya sudahlah kalau begitu
daripada daripada
mendingan aku mendingan

Tjisaoek, april 2011

Abah Yoyok adalah penyair kelahiran Klaten, Jawa Tengah pada 1 Mei 1954. Penyair ini adalah pendiri Komunitas Dapoer Sastra Tjisaoek–Tangerang, Banten. Karya puisi tergabung dalam Dari Negeri Poci, Puisi Menolak Korupsi, Memo Untuk Presiden dan Tifa Nusantara. Antologi puisi tunggalnya, yaitu Sekar Alit (Kumpulan Syair Macapat) yang terbit pada tahun 2016 dan Asal Gobleg: Salah pada tahun 2017. Dia mendapatkan penghargaan dari Dewan Kesenian Banten dibidang sastra tahun 2016. Penyair ini juga aktif mengadakan kegiatan sastra di Tangerang dengan para penyair, seniman, dramawan muda di Tangerang.